Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 Sepakat Dorong Pertumbuhan
Global
Jakarta, 21/04/2014 MoF (Fiscal) News - Untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi global selama lima tahun ke depan, para Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 (MGM) berkomitmen untuk melakukan
beberapa langkah nyata, yaitu mengidentifikasi berbagai kesenjangan kebijakan,
menyeimbangkan permintaan global, mencapai fleksibilitas nilai tukar, serta
menciptakan spillovers positif yang besar pada perekonomian
dunia.
Selain itu, dalam The 2nd G20 Finance Ministers dan
World Bank–IMF Spring Meetings yang berlangsung pada 10-13 April 2014
di Washington, D.C., Amerika Serikat, MGM juga sepakat untuk secara
bersama-sama melakukan review terhadap strategi pertumbuhan
secara komprehensif. Review dilakukan dengan menyertakan
berbagai aksi lintas sektor seperti investasi, partisipasi kerja, perdagangan
serta kebijakan makro ekonomi. Selanjutnya, MGM juga sepakat untuk meningkatkan
komunikasi aktif antarnegara, khususnya terkait perumusan kebijakan di bidang
makroekonomi yang mempengaruhi perkembangan ekonomi global.
Terkait reformasi struktural, para menteri menyepakati agar
reformasi struktural dilakukan secara paralel dengan langkah-langkah
meningkatkan kerja sama perdagangan, mendorong efisiensi serta meningkatkan
produktivitas ekonomi. Untuk tujuan tersebut, MGM menegaskan kembali pentingnya
investasi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan partisipasi kerja.
MGM juga berkomitmen
untuk melakukan aksi bersama yang selaras dengan strategi pertumbuhan yang
ditetapkan, dengan berbagai paket kebijakan yang memprioritaskan investasi,
khususnya infrastruktur. Selain itu, menurut MGM, perlu dilakukan identifikasi
terhadap mekanisme kebijakan yang tepat, seperti perbaikan kualitas dan
aksesibilitas informasi investasi dan perbaikan kapasitas pasar keuangan dalam
menyalurkan pembiayaan jangka panjang, khususnya kepada kelompok usaha kecil
dan menengah.(wa)
Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 Sepakat Dorong Pertumbuhan
Global
Jakarta, 21/04/2014 MoF (Fiscal) News - Untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi global selama lima tahun ke depan, para Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 (MGM) berkomitmen untuk melakukan
beberapa langkah nyata, yaitu mengidentifikasi berbagai kesenjangan kebijakan,
menyeimbangkan permintaan global, mencapai fleksibilitas nilai tukar, serta
menciptakan spillovers positif yang besar pada perekonomian
dunia.
Selain itu, dalam The 2nd G20 Finance Ministers dan
World Bank–IMF Spring Meetings yang berlangsung pada 10-13 April 2014
di Washington, D.C., Amerika Serikat, MGM juga sepakat untuk secara
bersama-sama melakukan review terhadap strategi pertumbuhan
secara komprehensif. Review dilakukan dengan menyertakan
berbagai aksi lintas sektor seperti investasi, partisipasi kerja, perdagangan
serta kebijakan makro ekonomi. Selanjutnya, MGM juga sepakat untuk meningkatkan
komunikasi aktif antarnegara, khususnya terkait perumusan kebijakan di bidang
makroekonomi yang mempengaruhi perkembangan ekonomi global.
Terkait reformasi struktural, para menteri menyepakati agar
reformasi struktural dilakukan secara paralel dengan langkah-langkah
meningkatkan kerja sama perdagangan, mendorong efisiensi serta meningkatkan
produktivitas ekonomi. Untuk tujuan tersebut, MGM menegaskan kembali pentingnya
investasi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan partisipasi kerja.
MGM juga berkomitmen
untuk melakukan aksi bersama yang selaras dengan strategi pertumbuhan yang
ditetapkan, dengan berbagai paket kebijakan yang memprioritaskan investasi,
khususnya infrastruktur. Selain itu, menurut MGM, perlu dilakukan identifikasi
terhadap mekanisme kebijakan yang tepat, seperti perbaikan kualitas dan
aksesibilitas informasi investasi dan perbaikan kapasitas pasar keuangan dalam
menyalurkan pembiayaan jangka panjang, khususnya kepada kelompok usaha kecil
dan menengah.(wa)
DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan
(SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara
internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada
intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat
kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari
berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil
mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi
sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem
keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil
adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi
sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan
menyebar risiko secara baik.”
” Stabilitas sistem keuangan
adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi
dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan
ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan
dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat
menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan
dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya
merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan
dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko
pasar dan risiko operasional.
Meningkatnya kecenderungan
globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi
menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan
batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam
dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain
dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan
meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya
mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber
ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat
kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul
serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil
identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh
risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik
sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

PENTINGNYA
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam
perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan
berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang
mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi
secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan
yang tidak stabil, terlebih lagi jika mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan
biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya.
Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis
keuangan tahun 1998, dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan.
Selain itu, diperlukan waktu yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan
publik terhadap sistem keuangan. Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa
stabilitas sistem keuangan merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk
dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil
cenderung rentan terhadap berbagai gejolak sehingga mengganggu perputaran
roda perekonomian.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan
dapat mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan
seperti:
·
Transmisi kebijakan
moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter menjadi tidak
efektif.
·
Fungsi intermediasi
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana yang tidak tepat
sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
·
Ketidakpercayaan publik
terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan perilaku panik para
investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kesulitan
likuiditas.
·
Sangat tingginya biaya
penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat
sistemik.
Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau
mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan
sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar
lagi.
KERANGKA
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Dalam kapasitasnya
menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam sistem keuangan
berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem,
stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama
dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari
masing-masing lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem
keuangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Misi dan Tujuan
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.
Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak negatif. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi apabila fungsi pengawasan & pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jika pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak negatif. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi apabila fungsi pengawasan & pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jika pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.
Indikator
Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan
Indikator microprudential (Agregat)
|
Indikator makroekonomi
|
Kecukupan
modal
§ Rasio
modal agregat
Kualitas
Aset
- Bagi
Kreditur
§ Konsentrasi kredit secara sektoral
§ Pinjaman
dalam mata uang asing
§ Pinjaman
terhadap pihak terkait, kredit macet (NPL) dan pencadangannya
- Bagi
Debitur
§ DER
(rasio hutang thd modal), laba perusahaan
Manajemen
Sistem Keuangan yang Sehat
§ Pertumbuhan
jumlah lembaga keuangan, dan lain-lain
Pendapatan
dan Keuntungan
§ ROA,
ROE, dan rasio beban terhadap pendapatan
Likuiditas
§ Kredit
bank sentral kpd Lemb.Keu, LDR, struktur jangka waktu aset dan kewajiban
Sensitivitas
terhadap risiko pasar
§ Risiko
nilai tukar, suku bunga dan harga saham
Indikator
berbasis pasar
§ Harga
pasar instrumen keuangan, peringkat kredit, sovereign yield spread, dll.
|
Pertumbuhan
ekonomi
§ Tingkat pertumbuhan agregat
§ Sektor ekonomi yang jatuh
BOP
§ Defisit neraca berjalan
§ Kecukupan cadangan devisa
§ Pinjaman
luar negeri (termasuk struktur jangka waktu)
§ Term of trade
§ Komposisi
dan jangka waktu aliran modal
Inflasi
§ Volatilitas inflasi
Suku
Bunga dan Nilai Tukar
§ Volatilitas
suku bunga dan nilai tukar
§ Tingkat
suku bunga domestik
§ Stabilitas
nilai tukar yang berkelanjutan
§ Jaminan nilai tukar
Efek
menular
§ Trade spillover
§ Korelasi pasar keuangan
Faktor-faktor
lain
§ Investasi
dan pemberian pinjaman yang terarah
§ Dana
pemerintah pada sistem perbankan
§ Hutang jatuh tempo
|
3. Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya.
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya.

4. Manajemen krisis
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan dalam kesulitan misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini:
·
Institusi yang
berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam kesulitan itu
tergolong sistemik atau tidak.
·
Proses penyelamatan
harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan dana publik dalam
proses penyelamatan tersebut.
·
Peran Bank Indonesia,
otoritas pengawasan, dan pemerintah harus ditetapkan secara jelas.
ARSITEKTUR
PERBANKAN INDONESIA
Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia
yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan
industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan
dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat,
kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka
membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
|
|
|
Berpijak dari adanya kebutuhan
blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program
restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank
Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu
kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia
ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya
Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia
melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun
2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.
Bertitik tolak dari keinginan
untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan
masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun
terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan
program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan
program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun
internasional. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut
antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai
pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan
memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup
sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik
konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.
![]() |
TUJUAN
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK
Pengaturan dan pengawasan
bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
1.
Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana
2.
Pelaksana kebijakan moneter;
3.
Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi
serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem
perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan
tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1.
Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
2.
Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
3.
Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara
konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan
kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan
bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1.
Kewenangan memberikan
izin (right to license),
yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank.
Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin
usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin
kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2.
Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam
rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang
diinginkan masyarakat.
3.
Kewenangan untuk
mengawasi (right to control),
yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak
langsung (off-site supervision).
Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk
memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan
kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui
alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI
dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur
bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas
pemeriksaan.
4.
Kewenangan untuk
mengenakan sanksi (right
to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak
memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank
beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK
INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI
melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni
pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS
tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun
merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan
pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan
berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya
menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada
kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah
beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip
kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan
pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan
suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian
risiko (risk control system). Melalui
pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif
dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai
berikut :

Jenis-Jenis Risiko Bank :
·
Risiko Kredit : Risiko yang
timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
·
Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh
Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga
dan nilai tukar.
·
Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh waktu.
·
Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan
atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem,
atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
·
Risiko Hukum : Risiko yang
disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara
lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan
yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya
kontra.
·
Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
·
Risiko Strategik : Risiko yang
antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang
tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang
responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
·
Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank
tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku.
SISTEM
INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA
:: Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia
(SIM-SPBI)
SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas
pengawasan, pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :
·
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan
pemeriksaan bank;
·
Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas
pengawasan dan pemeriksaan bank.
·
Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa
kondisi bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
·
Memudahkan audit trail oleh
pihak yang berkepentingan;
·
Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
1. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian
bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan
analisa dan memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan bank (termasuk
Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara cepat. Modul-modul yang
tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper Test (FPT).
2. Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan tertib
administrasi dan kemudahan pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak
pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap
perkembangan investigasi atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu
bank sejak laporan penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah
yang telah dilakukan sampai dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
3. Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan
informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan,
operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga
diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan
bank.
:: Sistem Informasi Debitur (SID)
SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur
baik perorangan maupun badan usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan
dana yang diterima Bank Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan
untuk membantu :
1. Bagi
pemberi kredit, antara lain :
o Membantu
dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit
o Mengurangi
ketergantungan pemberi kredit kepada agunan konvensional.Pemberi kredit dapat
menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/pelengkap agunan.
2. Bagi
penerima kredit, antara lain :
o Mempercepat
waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit
o Nasabah
baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan mendapat akses yang lebih luas
kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus
tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
:: Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS-BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR
akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat
diperolehnya informasi kondisi keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR),
meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi perbankan.
Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi SIMWAS BPR antara lain modul perizinan
pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR, status BPR, cabut izin
usaha dan likuidasi BPR.
Selain bank sebagai lembaga keuangan, masih ada lembaga-lembaga
keuangan lainnya yang bergerak dalam lingkungan serta sarana yang berbeda-beda.
Lembaga keuangan bukan bank ini bertujuan membantu permodalandan meningkatkan
peranannya mendorong perkembangan pasar uang dan pasar modal.
Berdasarkan fungsinya LKBB dapat digolongkan berdasarkan jenis
usahanya yaitu:
a. Lembaga pembiayaan
pembangunan yaitu lembaga keuangan yang kegiatan usahanya memberikan kredit
jangka pendek, kredit jangka menengah, dan kredit jangka panjang.
b. Lembaga perantara
penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga yaitu lembaga keuangan yang
usahanya bertindak sebagai perantara dan penjamin dalam surat-surat berharga
yang diterbitkan oleh emiten.
Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank
1. Koperasi Kredit
Koperasi yang kegiatan usahanya menerima simpanan dan pemberi
kredit kepada anggota atau bukan anggota dengan syarat-syarat yang nudah dan
bunga yang serendah-rendahnya.
2. Pegadaian
LKBB yang memberikan pinjaman kepada perorangan. Tujuan pegadaian:
a. Melaksanakan dan menunjang
pelaksanaan dan kebijaksanaan program pemerintah dibidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya, melalui pinjaman uang atas dasar hukum
gadai.
b. Mencegah praktek ijon,
riba, dan pinjaman tidak wajar.
3. Asuransi
Lembaga keuangan bukan bank yang menghimpun dana dari masyarakat
berupa premi asuransi yang kemudian diinvestasikan kembali.
4. Lembaga Pembiayaan
Badan usaha yang melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sedangkan perusahaan pembiayaan (financial company) adalah badan usaha untuk
melakukan aktivitas yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
5. Dana Pensiun
Badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang
menjanjikan manfaat pensiun.
6. Reksa Dana
Merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
manager investasi.
7. Perusahaan Modal Ventura
Badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk
penyertaan kedalam suatu perusahaan secara langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar